Gerakan
mahasiswa saat ini belum bisa sepenuhnya dewasa. Ia masih sibuk dengan banyak kegiatan
remeh beranggaran besar dan tak jarang merengek untuk meminta anggaran dari
pemerintah, sedang lucunya, fokus mereka adalah melancarkan aksi melucuti
ketidakadilan pemerintah tersebut. Hal ini tentu cukup membingungkan sekaligus
memalukan; telah terjadi tempo hari salah satu elemen gerakan mahasiswa turun
ke jalan, mengkritik laporan pertanggungjawaban wali kota dengan banyak
teriakan dan dorong-dorongan. Pada saat tengah ditemui pejabat PemKot yang
balik menanyakan dana hibah sebesar 20 juta pada gerakan tersebut --yang laporannya
hingga kini belum juga ada-- mereka memerah, mukanya kecut, menanggung malu
luar biasa, dan luar biasanya, aksi tetap berjalan. Terpaksa.
Ibarat sebuah
tinjuan Muhammad Ali yang bersarang di ulu hati, seharusnya membuat mereka
uring-uringan dan sadar diri, namun selalu begitulah mahasiswa, kadang karena
hanya bermodal semangat dan luapan emosional yang besar, kerapihan dan kesucian
diri mereka dirasa tak penting dibicarakan. Seolah mengingatkan kita dengan
logika semprul Robinhood tentang halalnya mencuri untuk memberi.
Berangkat dari
kedewasaan gerakan secara administratif, begitupun sama halnya dengan
kedewasaan secara konsepsi; sering kita saksikan pola pikir dan analisis yang
dikeluarkan oleh mereka carut marut dihiasi logika absurd dan terkadang sedikit
sompral –jika tidak mau dikatakan goblok—dalam menyandarkan landasannya. Sering
kita temui banyak press rilis sebagai sikap keluarnya kebijakan pemerintah yang
melenceng, namun yang tertuang di sana selalu hanya tuntutan untuk anu dan anu,
mblunder dan bingung!. Sering pula dijumpai banyak aksi dijalan-jalan yang
hanya mengekor pada isu mainstream, semisal penolakan isis tanpa pernah ada
kajian koferhen dan komparatif mengapa muncul isu isis. Semua ini adalah
kesemrawutan yang harus kembali kita renungkan sebagai langkah napak tilas
untuk menemukaan jawaban dan arah gerakan menuju satu langkah yang
revolusional. Dan gerakan mahasiswa sungguh tidak beradab manakala ia bergerak
semata-mata tampil untuk menunjukan eksistensi. Ada pertaruhan besar yang tidak
boleh main-man, berupa keberpihakan kita pada kebenaran.
Dari sini
sungguh kami dari gerakan mahasiswa pembebasan tak henti-hentinya mengajak semua
elemen gerakan untuk kembali pada jalan perubahan sistemik dengan seperangkat
fikrah dan thoriqah yang jelas berupa perjuangan mengembalikan kehidupan islam
dalam bingkai khilafah. Gerakan yang terbebas dari tawaran jabatan,
sponsorship, dan iming-iming materi lain yang akan membuat gerakan kompromi dan lacur secara konsep, sehingga arah perubahan semakin bias menjauh. Sungguh
bekal utama dari pergerakan mahasiswa kini adalah idealisme yang tak boleh
usang tergoda oleh materi. Gerakan yang hanya mendeklarasikan diri untuk
mengganti dominasi kehidupan kapitaistik dan mengarahkanya pada nilai-nilai
Isam. Karena bisa dipastkan saat arah gerakan hanya tertaut oleh ridho Allah,
dan hanyut dalam samudra ketakwan, iming-iming materi dan suntikan dana malah
akan kita tertawakan dengan bangga. Mugkinkah kita menawar surga dengan harga
20 juta?
0 Response to "Kompromistisnya Gerakan Mahasiswa"
Post a Comment