MENJADI ANTI ISIS YANG KRITIS

dok. aab elkarimi

Siaran-siaran televisi masih hanyut dalam jelagat ISIS yang aneh, sementara kritisme masyarakat mengalun hilang ditelan kecemasan. Boleh jadi ini sebuah pertanda bahwa kita sedang dimainkan. 

Tidak berlebihan jika kita memohon perlindungan bahwa kita berlindung dari pemeritah yang semprul membabi buta, menekan, dan memampatkan nilai kritisme dalam sepercik sinar televisi. Dan kita telah menyaksikan bagaimana hal ini terjadi, dengan tidak masuk akal situs-situs Islam tempo alu sukses diblokir. Hal ini seperti yang diucapkan ketua MK Jimly Asshiddiqie, saat ini pemerintah terkesan main sikat tanpa melakukan kajian terlebih dahulu. (Kompas.com, 1/4)

Kita menolak ISIS bukan berarti kita meneguk mentah apa yang dipropagandakan pemerintah. Sikap yang harus muncul pertama kali pada saat kita membaca berita adalah skeptis dan kritis; di mana akal kita terpagar dengan standar benar yang kita gunakan. Kita menolak ISIS atas faham takfiri yang mereka usung dan kekerasan yang mereka lakukan, tapi degan catatan bahwa kita tidak pernah buta mengapa ISIS bisa booming. Banyak hal yang tak masuk logika di sini. Rasa-rasanya cukup ‘lebay’ memosisikan ISIS sebagai musuh utama negeri ini. Harits Abu Ulya, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) sekaligus pengamat kontraterorisme pernah mengungkapkan bahwa gorengan isu ISIS hanyalah untuk kelancaran uang proyek BNPT. Mari, mulailah semua lagi dari awal, kita kerahkan segenap kemampuan kita untuk lebih hanyut dalam kritisme dan klarifikasi jangan sampai kita kalut dan cemas berlebihan dan bingung untuk bergerak. Cermatilah apa yang dikatakan Sun Tzu, ahli perang cina klasik:

"Siapkan diri anda dengan prosedur yang benar untuk menunggu lawan yang bingung; dalam ketenangan, menunggu kekacauan. Ini adalah suatu pengendalian pikiran"

Gorengan ISIS ini, apakah besar atau  kecil, apakah menakutkan atau biasa saja, ada kemungkinan akn meredup atau kebali dipanaskan utuk tujuan tertentu. Mengutip apa yang pernah ditulis Noam Chomsky dalam salah satu artikelnya berjudul ‘Parade Para Musuh’, maka coba simaklah:

“…. Namun, dengan hanya mengalihkan perhatian mereka (rakyat) ke sepak bola atau komedi, situasi tidaklah cukup. Mereka harus ditakut-takuti dengan isu bakal datangnya musuh. Tahun 1930-an Hitler menggunakan Yahudi dan kaum gypsie. Jadi untuk memertahankan posisi, mereka harus benar-benar panik.

Kita tidak memungkiri isu ISIS ini adaah isu seksi, dan kita berlindung dari permainan sinar televsi yang menyesatkan. Maka menjadi anti isis pun butuh sikap kritis. [] 

0 Response to "MENJADI ANTI ISIS YANG KRITIS"

Post a Comment