Duduk sini!


"Duduk sini sayang, dan perkenankanlah aku mengulang potongan cerita untuk kita kenang bersama"

Beberapa bulan lalu kita menikah. Begitulah, kita memilih untuk tidak cengeng terhadap hidup. Masa muda yang kita lalui, segera memilih diakhiri untuk mengambil tanggung jawab besar lebih awal. Hanya beberapa bulan pasca aku melihatmu dalam sebuah acara, lekas kukirim surat untuk menemui ibu-bapak, mengkhitbah, dan resepsi diadakan sangat sederhana. Ya, sesederhana perkenalan kita, tanpa pacaran, tanpa ba-bi-bu basa-basi tentang apakah kamu anu dan anu.

Duduk sini sayang, lebih dekat lagi. Dan lihatlah, beberapa bulan telah kita lalui dan kita seolah tanpa khawatir takut tak makan. Sikap nekat kita, beragam ekspektasi kita, juga jeritan dan tawa, hampir tidak pernah kenyang mengisi hari-hari kita. Disinilah, syukur yang tak pernah henti tercurah pada Allah. Sekarang, inilah aku sebagai suamimu, psangan setiamu yang halal, dan selalu doakanlah, semoga aku tak sampai menjadi bajingan.

Duduk sini sayang, lekas rangkul punggungku yang hangat dan adukan apa yang kau ingin adukan. Kita sudah sama-sama tahu jika hidup hanyalah tentang keresahan yang terkadang tak punya alasan, maka tugas kitalah untuk menjelaskan bahwa hidup sangat tidak berminat pada para pecundang. Kau seorang yang tegar juga lembut dan penuh kasih tak terkira, sedang aku laki-laki biasa yang hanya bisa memberimu harapan dan memastikan bahwa besok kita akan baik-baik saja.

Duduk sini sayang, dan bawalah Al-qur'an padaku. Kau buka lembarannya dan sudah tugasku untuk memandu dan membersamaimu dalam membacanya. Paling tidak aku mampu sedikit mengoreksi akan bacaan huruf mad dan ghunnah aridhiyah yang belum sempurna kau lafalkan, sedang yang terpenting, kita jalankan Al-qur'an dalam kehidupan kita, bersama. 

Duduk sini sayang, dan mari menghafal banyaknya hadits nabi. Lekas itu genggam tanganku, dan pastikan bahwa tangan kita berdua juga telah berusaha kuat menggenggam sunnah rasul-Nya. Setidaknya jika kita melenceng dan tersasar, kita telah punya pegangan yang mampu menyelamatkan.

Duduk, mendekat, dan silahkan letakan kepalamu di bahuku. Dalam satu kesempatan aku pun akan meletakan kepalaku pada kepalamu yang melekat dibahuku. Ya, pertanda kita letih terhadap hidup. Namun bukan untuk mengeluh dan menggerutu, hanya karena beban besar yang bahkan gunung dan langit pun tak mampu memikulnya, memperbaiki keadaan umat yang rusak, yang jauh dari syariat Allah.

Mari segera duduk di sini sayang, dan pandanglah masa depan hanya dalam kacamata syariat. 

Semoga Allah selalu meridhoi kita.


Al fakir, suamimu


1 Response to "Duduk sini!"

  1. Selamat siang Mas Elka, kami dari NYINDIR.COM ingin mengajak Anda bergabung dengan kami sebagai Kontributor/Penulis. Apakah Mba tertarik? mungkin untuk ngobrol-ngobrol mba bisa menghubungi email saya Nisaalfarizi@gmail.com. Terimakasih

    ReplyDelete