Asu-isme, sebutan thoyyib bagi generasi muda teledor


Oleh: Aab Elkarimi

Dikarenakan adanya keteledoran yang meruncing, asu, sebagai satu kalimat sarkas dan sakral bagi masyarakat jawa, dalam laju perkembangannya bisa dijadikan kalimat yang halal lagi thoyyib untuk mewakili beberapa aktifitas yang terkategori begitu “kalelewiheun”. Hal ini disebabkan karena keruncingan ini telah mampu memudahkan ke-asu-an untuk melelang buana dan menusuk jutaan kepala anak muda, tak terkecuali mahasiswa.

Kata asu dalam terminologi semiotika bisa dikatakan sebagai bentuk signifikasi dari kenajisan tindakan, joroknya intelektualitas, dan berliurnya syahwat. Sebagai bentuk yang paling representatif-ideal, lebih jauhnya, asu mampu menakwilkan kabar dan berita tentang kemalangan nasib suatu kaum, terpuruknya suatu peradaban umat manusia, dan mandegnya pemikiran dalam kurun waktu yang panjang. Maka Asuisme sebagai suatu faham yang penuh dengan kenajisan harus segera kita pungkaskan pembahasannya, harus kita tolak perkembangannya, dan harus kita mampuskan asas yang mendasarinya.

Sebagai pemuda muslim, kita begitu tidak menghendaki adanya hal-hal yang bisa menghalangi rahmat dan berkah Allah untuk sepenuhnya tercurah dalam setiap detail aktifitas kita, namun hal ini akan menjadi sangat kontradiktif manakala sebagian dari kita masih mendekap mesra ke-asu-an, masih berlaku bajingan!. Hidup kita yang telah merampungkan beragam agenda, mengemasnya dalam mimpi-mimpi yang tertulis di dinding, di pack dalam kaleng masa depan cetar mem-bahagia, bersegera dengan yel-yel yang menghujam untuk berteriak BISA! BISA! BISA! menjadi begitu naïf dan kosong manakala kita tidak pernah menyentuh Al-Qur’an untuk dijadikan pandangan hidup. Tak ayal, yang melanda generasi muda masa kini adalah semangat yang menjulang namun begitu rentan dengan kekosongan dan begitu dekat dengan aktifitas nista. Cobalah tengok apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an.

“dan sekiranya kami menghendaki niscaya kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”
(Q.S. Al-a’raf : 176)

Dalam tafsir ibnu katsir, ayat ini menjelaskan kisah tentang bal’am bin al-ba’ura, yang menjadi seperti anjing dalam kesesatannya dan keberlangsungannya di dalam kesesatan serta tidak adanya kemauan untuk memanfaatkan doanya untuk keimanan. Padahal kita tahu bahwa bal’am dulunya merupakan ahli ibadah yang doanya pasti terkabul. Lalu sekarang tengoklah siapa kita? Bahkan ahli ibadah pun tidak luput dari kesesatan, sedang jika berkaca, keimanan kita hanya sepersekian kecil dari bal’am dan ini seharusnya sudah cukup membuat kita menjerit-jerit dalam doa yang panjang, karena memang posisi kita yang begitu rapuh berjalan diantara sedikit kebaikan dan luasnya kesesatan. Padahal gelar yang akan Allah berikan terhadap hamba-hambanya yang penuh dengan ke-asuan sungguh lebih mengerikan lagi.

“sangat buruk perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami; mereka menzalimi diri sendiri”
(Q.S. Al-a’raf : 177)

            Sungguh saya beberapakali dilematis untuk menyebut asu terhadap sebuah aktifitas yang brengsek, namun bukankah hal ini menjadi halal lagi thoyyib manakala Allah menghendaki perumpamaan yang lebih brutal bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya?.

“… mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah”
(Q.S. Al-a’raf : 179)

            Maka waspadalah! Jangan sampai kehidupan mencuri hari kita dengan hiruk-pikuknya, mengosongkan pikiran kita dengan biusannya dan membuat jongkok intelektualitas kita karena tak bisa meningkatkan ketakwaan pada Allah sehingga kita begitu pantaselok digelari ASU!.

0 Response to "Asu-isme, sebutan thoyyib bagi generasi muda teledor"

Post a Comment