Alhamdulillah
atas nikmat Allah SWT. yang sangat besar, sehingga kita semua diberi kenikmatan
Istiqamah dalam Islam. Saya ingin mengawali tulisan ini dengan menukil
perkataan Imam Al-Ghazali dalam satu risalahnya terhadap murid beliau, yang tertuang
dalam kitab kecil berjudul ‘Ayyuha Al-walad’, semoga Allah meridhoi
keduanya:
“Wahai anakku memberi
nasihat itu soal gampang. Yang sulit adalah menerimanya, karena bagi para
pengumbar hawa nafsu nasihat itu terasa pahit, sebab hati mereka terlanjur
senang dengan hal-hal yang diharamkan…”
Saya berdoa dan sangat berharap
bahwa kita semua tidak termasuk orang-orang yang keras hati dan menolak nasihat
dari orang lain, yang disebutkan Al-Ghazali sebagai ‘pengumbar hawa nafsu’.
Pada kesempatan ini juga saya
ingin menukil perkataan Imam Al-Ghazali yang lain:
“hati-hatilah bila menjadi
orang yang suka memberi nasihat dan peringatan. Menjadi orang seperti itu
memiliki resiko besar, kecuali sebelum menyampaikan kepada orang lain, engkau
lebih dulu mengamalkan apa yang engkau katakan…”
Memang dilematis, saya
yang masih sangat susah terlepas dari dosa, saya yang saat ini pun berkelimung,
berlumuran dosa dan kotoran-kotoran hati di sana-sini, menyampaikan perkataan
yang belum sepenuhnya saya laksanakan. Saya meminta ampunan kepada Allah, semoga
dengan kemurahan dan kucuran rahmat-Nya, Allah senantiasa mengampuni segala
dosa saya.
Terkait futur, yaitu suatu
kondisi di mana kita terpuruk, suatu keadaan di mana kita terdiam, bingung
karena kita merasa buruk dalam beribadah dan beramal, ketahuilah dan
berbanggalah, karena keresahan yang muncul dari penyakit ini merupakan bukti
bahwa kita masih merindukan pancaran sinar terangnya rahmat Allah. Sebagaimana
firman-Nya:
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku
yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS.
Az-Zumar [39]: 53)
Allah juga berfirman
dalam ayat yang lain:
“Ibrahim
berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali
orang-orang yang sesat".
(QS. Al-hijr [15]: 56)
Pasang surut
keimanan merupakan hal yang niscaya. Pun demikian yang terjadi pada
sahabat-sahabat nabi terdahulu yang menjadi panutan kita sebagai Tsabiqunal
Awwalun.
Tahukah siapa itu
Hanzallah? Ya, beliau salah satu sahabat yang menggoncangkan bumi dan langit,
yang ketika beliau mati, jasadnya semerbak harum karena dimandikan oleh
malaikat. Kita sudah sangat hafal cerita seorang pecinta Tuhan itu, di mana
ketika ia—Hanzallah—sedang berbulan madu, menikmati salah satu nikmat terbesar
yang Allah karuniakan di bumi, berupa menggauli Istri yang sah di malam pertama,
ketika itu seruan jihad menggema, maka yang dilakukan Hanzallah adalah
bersegera, bersegera menyambut panggilan dari yang lebih dicintainya hingga
kemudian ia mati dalam keadaan syahid dan jasadnya dimandikan malaikat. Mengapa
dimandikan malaikat? karena menurut penuturan istrinya, ia pergi ke medan
tempur tergesa dan bersegera untuk mengambil posisi atas panggilan ilahi, ia tak
sempat untuk bersuci, mandi junub. Subhanallah, inilah watak para
sahabat! Keyakinannya pada Allah mengalahkan semuanya. Tapi apakah kita hanya bisa
melihat ending kisahnya saja? Tidak! Keyakinan Hanzallah yang sedemikian
besar terhadap janji Allah berupa surge untuk orang yang syahid ini didapat
dari perjalanannya yang panjang.
Hanzallah pernah suatu
waktu mengalami kebimbangan, futur. Pada suatu saat, Hanzallah berjalan,
menundukkan pandangan, menangis, sambil terus berkata “Hanzallah munafik,
Hanzallah munafik…”. Sepanjang jalan yang ia ucapkan hanya itu saja, sampai
dia bertemu dengan Abu Bakar. Abu Bakar heran terhadap apa yang dilakukan
Hanzallah. Kemudian Abu Bakar mendesak Hanzallah untuk berbicara menyampaikan
apa yang sebenarnya terjadi. Hanzallah pun menceritakan bahwa ketika ia bersama
Rasulullah, ia selalu ingat Allah, tetapi manakala ia berada di rumah,
Hanzallah lupa dengan semua itu. Abu Bakar yang mendengarkan penuturan jujur
Hanzallah itu pun spontan mengeluarkan air mata, lantas dua sahabat nabi itu berjalan
beriringan untuk menemui nabi Muhammad SAW. dan menceritakannya.
Futur
dan cara mengatasinya
Memang futur, atau
kondisi di mana kita terpuruk dalam ibadah dan beramal merupakan sifat alamiah
manusia. Tetapi kita tidak bisa terus membiarkannya. Jika terus dibiarkan,
inilah yang akan membuat hati kita keras dan susah untuk kembali baik. Karena
maksiat yang dilakukan terus menerus akan menimbulkan kebiasaan. Maka dari itu
kiranya sangat diperlukan untuk menyiasati agar futur ini tidak terus terjadi.
Pertama, futur
terjadi ketika kita berada dalam kesendirian. Sehingga sangat memungkinkan
setan masuk dan berbisik menggoda. Karena percayalah, ada jutaan kemaksiatan
yang siap menghampiri ketika kita sendiri. Seperti yang dikatakan Allah dalam
surah An-nas, sifat setan itu selalu yuwaswisu fi sudurinnaas,
membisikan kejahatan ke dada manusia. Terkait hal ini, sikap yang mesti
diambil adalah bergegas pergilah, pergilah dari tempat yang memungkinkan kita
nyaman sendiri, berkumpullah dengan orang-orang yang ghirah ibadahnya
tinggi.
Firman Allah dalam
Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)” (QS. At Taubah [9]: 119)
Dalam sebuah hadist yang hasan Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya
di antara manusia ada orang-orang yang keberadaan mereka sebagai pembuka
(pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan” (Hadits hasan riwayat Ibnu
Majah dalam kitab “Sunan” (jilid 1, hal. 86) dan Al Baihaqi dalam Syu’abul
Iman” (jilid 1, hal. 455) dan Imam-imam lainnya, dan dihasankan oleh Syekh Al
Albani)
Kedua,
hendaklah kita selalu berdzikir dan berdoa pada Allah dalam segala situasi.
Baik itu sendiri maupun sedang dalam keramaian, untuk meminta diteguhkan
keimanan.
Dalam
Al Quran, Allah ‘azza wa jalla memuji orang-orang yang beriman yang selalu
berdoa kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah
‘azza wa jalla berfirman :
“Dan berapa
banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari
pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang
menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada
musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya
Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’. Karena itu Allah memberikan
kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”
(Ali ‘Imran [3]: 146-148)
Ketiga,
berinteraksilah!. Sepemahaman saya bahwa ghirah dalam beribadah,
terutama dalam dakwah adalah ketika kita berinteraksi dengan orang lain, baik
itu orang yang baru kita kenal maupun teman lama. Karena saya meyakini bahwa
Inspirasi, berupa suntikan semangat, dan infus kebaikan itu datang bukan ketika
kita bertapa dan melakukan banyak perenungan. Ketahuilah islam bangkit bukan di
tangan para ahli pesugihan, menikmati kesendirian, dan hidup dalam ketenangan
individual. Inspirasi akan datang ketika kita berhubungan dengan banyak orang,
menyampaikan gagasan-gagasan kita secara baik dan bertukar pikiran dengan orang
lain. Percayalah, selalu ada jutaan hal luar biasa yang kita anggap biasa
ketika kita berinteraksi. Yang ini sangat potensial untuk menggenjot kemalasan
kita.
Keempat,
ketika
kita terjaga dalam kondisi dan lingkungan yang memungkinkan kita untuk
istiqamah dalam kebaikan, mintailah amanah. Amanah ini sangat penting, karena
dengan amanah ini kita akan dipaksa untuk sibuk terhadap kebaikan dan terhindar
dari kekosongan waktu luang.
Diantara sekian
banyak nasihat Rasulullah kepada umatnya adalah
“Pertanda Allah
berpaling dari seorang hamba adalah bahwa hamba itu sibuk dengan hal-hal yang
tidak ada gunanya. Jika sesaat saja dari umur seseorang hilang untuk hal-hal
yang menyimpang dari tujuan penciptaannya, maka sangat pantas bila rasa
penyesalan akan berkepanjangan. Barang siapa telah melewati umur empat puluh
tahun, tetapi kebaikkannya belum mengalahkan kejahatannya, hendaklah ia
bersiap-siap masuk neraka”
Wallahua’lam.
Semarang,
Februari 2014
Saudaramu,

Abdul Qodir
0 Response to "Futur, Early Warning System"
Post a Comment