INDONESIA KRISIS PAHLAWAN (refleksi hari pahlawan,10 November 2013)

Catatan ini ditulis sebagai bahan dialogika untuk hari Kamis, 7 November 2013

Kerutan mantap di kening tak juga hilang, malah kebisinganlah yang membuat mampat pikiran untuk alergi terhadap agama jika dijadikan pegangan. Mereka bermain argumen untuk menjelaskan, mendeskripsikan ulang, menambahi, sedikit membumbui dengan asumsi mereka sendiri, sampai akhirnya yang awalnya jelas malah amburadul. Lalu kesimpulan yang mereka munculkan adalah "Islam, sama sekali tidak pantas diterapkan di negeri ini". Untung analisis mereka tidak terlalu membuat saya pening. Hanya pemikiran-pemikiran contekan dari mereka yang juga sepemahaman dengannya. Sebenarnya sudah banyak jawaban akan tanggapan dari pernyataan mereka yang lebih rasional, keren, elegan, dan beredar di sana-sini, tapi entah ''Inkuntum ta'lamuun'' --mereka membaca atau tidak. 
Sumber sejarah bagi mereka adalah dari pendahulu mereka yang bersebrangan dengan pendahulu saya. pahlawan bagi mereka juga adalah yang baik menurut mereka dan satu pandangan dengan mereka dan juga bersebrangan dengan saya. Terkait hari pahlawan yang akan datang sebentar lagi, ada yang menarik untuk saya perdalam. Maka saya beserta teman-teman dari GeMa Pembebasan mengadakan dialogika tentang: Indonesia Krisis Pahlawan. 
Saya sangat mengerti jika sampai pada saat tulisan ini dibuat akan ada bayak tanggapan yang menentang, baik itu frontal, ataupun menyelinap di balik hati yang tak enak, grasak-grusuk dijinjit-jinjitkan supaya protesnya tak kedengaran tapi berniat supaya menusuk mematikan, tentunya dari belakang, katanya. hehehe. Jujur saja, saya tidak punya urusan pribadi dengan mereka, terkait hubungan sosial, sikap saya biasa saja. Hanya ketika bicara gugatan atau meninjau ulang secara intelektual saya akan berusaha di barisan depan. Ya, seperti saya yang dengan tegas menentang nasionalisme, mempropagandakannya ke banyak orang dan mengiklankannya di sosial media. Kesannya memang arogan, tapi sebisa mungkin akan saya percantik dengan penuturan yang dipaksakan enak dibaca orang. 

Saya akan mulai berbicara terkait hari pahlawan, mengingat pada tanggal 10 November nanti ada hari spesial, momen pengesahan akan status kepahlawanan yang asal-muasalnya berawal dari keputusan presiden pada tahun 1959 yang kemudian diselaraskan pada tahun 2009 dalam Undang-Undang Nomor 20. Baru dari sini muncullah 156 tokoh yang dijuluki Pahlawan Nasional. Pahlawan ini bukan mirip Superman, tidak sama dengan Batman, bahkan jika disandingkan dengan Naruto sangatlah keterlaluan. Pahlawan kita ini adalah para manusia bijak yang telah/hampir selesai dengan urusan pribadinya kemudian berjuang untuk ummat. Pahlawan kita ini bukanlah tokoh fiktif dengan ratusan jurus, mereka nyata, kontribusisnya jelas, dan sekali lagi saya ulang, mereka adalah manusia yang hampir selesai dengan dirinya yang kemudian berjuang untuk khalayak banyak.

Julukan Pahlawan Nasional kemudian melekat kuat. Pada kondisi nyata, lekatannya berada di tiap dinding ruangan kelas!. Poster wajah close up, nempel di dinding SD, SMP, SMA. Baik itu lembaga pendidikan yang statusnya Negeri, pura-pura Negeri atau pun Swasta. Namun jika saya telaah, penambahan kata Nasional agaknya sedikit bermasalah. Pasalnya, makna kata pahlawan yang sedemikian anggun, dengan pengertian yang jika diambil dari bahasa Sansekerta adalah phala-wan yang berarti orang yang dari dirinya menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama. Tiba-tiba saja disandingkan dengan kata 'nasional' yang maknanya lebih pada batasan area, mengungkung, dan cakupannya kecil. Artinya, Pahlawan Nasional tidak bisa dimaknai sebagai inspirasi bagi semua orang, tidak mampu menularkan inspirasi kepahlawanan untuk orang luar karena ada batasan penekanan wilayah di sini, secara tidak langsung berkata: ini berasal dari wilayah kita, untuk kita, tidak untuk kamu!. Itu analisis iseng non ilmiah saja dari saya sebagai mahasiswa jahil. Karena saya berpendapat, makna Pahlawan Nasional itu melahirkan tafsiran aneh dan sering difahami bahwa para pahlawan adalah mereka yang nasionalis. Tahu apa itu? Artinya, para pahlawan itu adalah mereka yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi.

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara. Singkatnya nasionalisme adalah bentuk paham ikatan antara manusia untuk mempertahankan suatu tempat. Jika mengutip pendapat Syaikh Taqiyuddin An-nabhani, rahimahullah, bahwa ikatan nasionalisme ini tumbuh ketika pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini muncul ketika manusia mulai hidup bersama pada suatu wilayah tertentu dan tidak beranjak dari situ. Saat itu naluri mempertahankan diri muncul, naluri ini sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menguntungkan dirinya. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini yang notabene lemah dan bermutu rendah. ikatan ini pun tampak pula pada dunia binatang, saat ada ancaman dari pemangsa datang, mereka bersatu mempertahankan diri, namun ketika ancaman sirna, sirnalah kekuatan ikatan ini, nasionalisme.

Dari pemaparan mengenai nasionalisme inilah lantas apakah kita yakin orang bijak yang kita sebut sebagai pahlawan, yang kita percayai memiliki gagasan utuh, yang kita amini sebagai inspirasi, lantas berjuang untuk sesuatu yang kosong dan semu? Saya menolak dengan tegas, TIDAK! mereka berjuang bukan karena alasan nasionalisme. Ada catatan tebal terlebih pada tokoh Pahlawan Perintis Kemerdekaan. Sosok seperti Abdul Muis, Ahmad Dahlan, Hasyim Assyari dan yang lainnya adalah mereka yang berperang berlandaskan jihad, merumuskan strategi perang di masjid-masjid dan semboyan semangatnya adalah pekikan lantang "Allahu akbar!" ikatannya adalah akidah, bukan nasionalisme. Tak ayal, semangat mereka membara, tak cengeng takut mati dan terikat dengan syariat ilahi. Nasionalisme merupakan paham sempit yang memenjara kemajemukan, keberagaman dalam kungkungan batas teritorial. Jadi, sangat tidak pantas menghubung-hubungkan antara Pahlawan dengan Nasionalisme.

Alat cetak pahlawan
Jiwa kepahlawanan adalah hasil bentukan, dihasilkan dari tangan-tangan bersih yang tidak rakus berebut kekuasaan. Mereka dibentuk dari sistem yang bersih, sehingga murnilah pikirannya, ikhlaslah perbuatan dan tawaddulah mereka pada yang menciptakan dirinya. Pahlawan dihasilkan dari sistem unggul di atas yang terunggul, sistem kehidupan yang langsung diturunkan Allah melalui rasul-Nya, ISLAM. ya, islam sebagai sumber hukum komplit yang baik dan telah terbukti 13 abad lebih menyejahterakan umat.

Lantas setelah kita tahu bahwa satu-satunya pencetak para pahlawan adalah sistem Islam akankah kita bertahan pada sistem demokrasi kapitalis yang terbukti sukses hamil haram dan melahirkan banyak boyband, biduan erotis dan masyarakat yang gila hiburan? Sistem rusak yang jika mengadakan pesta demokrasi lima tahunan menghabiskan dana 165 triliyun, yang padahal angka kemiskinannya masih terjepit di posisi sangat mengenaskan. Untuk pesta melahirkan pemimpin abal-abal saja mereka rela membayar mahal seharga  36 buah jembatan suramadu karena memang seperti itu sistemnya. Pemimpin mereka tidak menyatakan siap baik, tidak peduli juga pada kebersihan harta yang dimakan, lalu tiba-tiba muncul di media sebagai pahlawan, padahal hasil buatan dan abal-abal. Bagaimana tumbuhnya jiwa pahlawan? Sungguh negeri ini krisis pahlawan karena tersistemkan.

Kembali ke garis lurus
Wahai para pemuda, mari kita renungi tentang kondisi bangsa pada momentum mendekati hari pahlawan ini, akankah pahlawan yang terdaftar dan diakui oleh negeri lebih mirip barang antik dan sudah punah di dunia nyata? ataukah kita mengambil langkah tepat kembali pada islam untuk menjadi  pahlawan baru dengan ikatan keimanan yang sangat kuat. 

Wallahua'lam





Semarang, 5 November 2013
Abdul Qodir 
(Ketua Gema Pembebasan komisariat UNNES)



Daftar bacaan:
-Annabhani Taqiyuddin: Peraturan Hidup Dalam Islam. HTI PRESS. Jakarta. 2011
-www.kaskus.co.id/post/5273a4550d8b46271a000004#post5273a4550d8b46271a000004

0 Response to "INDONESIA KRISIS PAHLAWAN (refleksi hari pahlawan,10 November 2013)"

Post a Comment