Pelajaran Yang Terlupakan Dari Tolikara


Tugas kita hanyalah mempelajari fakta, mengambil 'ibrah', dan selalu menjadikan Alquran sebagai solusi hidup, dan fakta kasus Tolikara telah banyak berbicara. Beragam fakta yang berserakan dari kasus Tolikara ini juga telah mampu membuat kita -sebagai muslim- melipir dari keacuhan luar biasa terhadap kondisi umat. 
Kita akui bersama, insiden Tolikara ini telah membuat kepedulian sesama muslim membesar, dari mulai nasihat bijak hingga bangsat membangsatkan terlontar untuk Tolikara. Beragam tokoh muslim juga telah membentuk komite khusus untuk Tolikara, dan beragam elemen ormas juga tengah siap menyerukan jihad defensif. Reaktif, namun saya tidak menjamin bahwa ini merupakan tindakan solutif. Pasalnya yang harus kita perbincangkan adalah hal yang lebih besar berupa nasib umat islam masa depan, bahwa dengan insiden Tolikara ini sangat jelas terbaca ada semacam pola serupa dari tabiat dasar kolonialisme untuk melakukan perpecahan. 

Saya ingin membawa kasus Tolikara ini pada pandangan masyarakat yang sering terlupakan. Manakala kita lebih jeli mempelajari beragam motif dari beragam konflik, pelajaran yang bisa kita ambil adalah bahwa makar di balik konflik selalu lebih cantik dibanding cara kita menanggapi persoalan yang urakan. Coba saja kita belajar bagaimana kasus Timor-Timor lepas. Saat konflik horizontal di tebar, datang pasukan baret biru / pasukan internasional, dan bla-bla-bla.., akhirnya terjadilah referendrum. begitu cantik tak kentara, dan kita dibuat kalut secara telak. Dalam membedah sebuah kejadian, pisau analisis yang tak banyak digarap adalah mencermati pola-pola dan modus kolonialisme dari berbagai peristiwa sebelumnya. Looking for pattern.

Saya mengutip apa yang dikatakan M. Arif Pranoto, Direktur program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute:

"Tahap lanjutan yang diinginkan pasca isue (insiden Tolikara) ditebar ialah KONFLIK HORIZONTAL antar-penganut kristen versus muslim yang bersifat melebar. Artinya jika nantinya kerusuhan bermotif SARA kian besar serta meluas, maka telah dipersiapkan stigma berikutnya yakni telah terjadi INTOLERANSI, ada tirani mayoritas di Papua, atau Indonesia tidak aman, dan lain-lain. Inilah keniscayaan pada skenario mereka.
Agenda berikut ialah hadirnya pasukan asing (baret biru atau pasukan internasional) di Bumi Cendrawasih —modus ini kerap dilakukan di berbagai negara kaya minyak— dimana sasaran antaranya adalah REFERENDUM. Bila seperti ini skenarionya, maka akan lepaslah Papua dari Ibu Pertiwi jika umat muslim terbawa skema asing, sedang hidden agenda (agenda tersembunyi)-nya malah tidak terpantau, dimana asing ingin secara total menguasai sumberdaya alam (SDA) dengan pisahnya Papua dari NKRI via referendum. Itulah skema permanen kolonialisme dimanapun, sampai kapanpun. Pecah belah dari dari sisi internal seakan-akan proses alami, lalu caplok SDA-nya satu persatu. Ibarat melahap kue tart, lebih mudah memakan jika sudah menjadi irisan-irisan kecil."

***

Mempelajari motif dari setiap kejadian yang lampau untuk kita ambil ibrah (pelajaran) adalah hal terpenting, karena kita bisa bertolak pada pendapat bahwa History repeat it self, sejarah selalu berulang meskipun aktor dan kemasannya berbeda. Inilah gaya Alqur'an dalam menceritakan kisah umat terdahulu yang diakhir ayatnya sering kita temui ayat-ayat yang merangsang kita untuk berpikir dan mengambil pelajaran dari sebuah kisah umat terdahulu; afala tatafakkarun? afala ta'lamun?.

Maka jelaslah bagi kita bahwa musuh memang ada, bahwa kaum yahudi dan nashrani tidak akan rela sampai kita mengikuti 'millah' mereka. Tinggal kita posisikan saja apakah kita akan dipecundangi dengan makar mereka atau kita bertindak hati-hati melancarkan sebuah aksi, dengan membentuk sebuah kekuatan besar untuk kesatuan kaum muslimin, tidak ada perbincangan lain, kecuali dengan penegakkan kembali Daulah Khilafah.

wallahu a'lam
Semarang, 24 Juli 2015

0 Response to "Pelajaran Yang Terlupakan Dari Tolikara"

Post a Comment