Oleh : Aab Elkarimi | Staf Redaksi
dakwahmedia.com | Penulis buku Gerakan Menolak Sembrono!
Hal
terpenting yang harus kita waspadai saat ini adalah tindakan fragile manusia terhadap isu global yang
sebenarnya belum jelas namun cukup asyik menggoreng dan memainkan opini untuk
tujuan pengalihan. Tipikal manusia saat ini mudah sekali pecah dan panik hanya
karena alasan satu isu yang masih ‘grambyang’,
lantas bergegas sorak sorai mengambil tindakan ‘mencegah’ yang pada akhirnya
menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa?. Dalam hal ini pada Senin (30/4) Kemeninfo
atas perintah BNPT sukses membuat kaget masyarakat karena telah melancarkan
operasi pemblokiran 19 situs Islam dengan alasan Radikalisme.
Sontak
saya terkejut, dakwahmedia.com --yang
disitu saya menjadi salah satu staf redaksi-- pun ikut nangkring dalam daftar
pemblokiran. Muncul pertanyaan besar di samping perasaan ketidakrelaan tentang
pembrendelan ini. Pasalnya dakwahmedia.com hanyalah media Islam online yang menginformasikan
pada umat tentang hakikat hidup secara Islami, menyuguhkan pandangan kritis
tentang permasalahan umat Islam dan, bisa dichek, tidak pernah ada satupun ajaran
kekerasan, bahkan dengan tegas beberapa postingan dakwahmedia.com menolak ISIS.
Konsep Radikalisme yang Amburadul
Saud Usman Nasution, salah satu perwakilan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam salah satu wawancara di televisi swasta
mengungkapkan kriteria pemblokiran situs-situs Islam, di antaranya: Pertama, mengarahkan pada jihad radikal,
Kedua, mengarahkan orang untuk
bergabung dengan ISIS, ketiga, membuat
takut masyarakat.
Rasa-rasanya alangkah
sulit bagi saya pribadi mengaitkan motif pembrendelan ini dengan konsep
radikalisme yang diutarakan di atas. Jika dengan alasan jihad menyamakannya
dengan radikal, maka dakwahmedia.com telah jauh-jauh hari berada diposisi
mendudukan secara proporsional makna jihad yang benar, mengoreksi habis konsep
ISIS dan tentu dengan tidak sedikit pun mereduksi ajaran Islam. Kalau pun
alasannya banyak konten yang membuat takut masyarakat, bukankah pembrendelan ini
lebih membuat takut? Terbukti dari pembrendelan ini tagar #Kembalikanmediaislam di twitter selama dua hari berturut-turut
menjadi tranding topic dunia.
Masih belum jelasnya
konsep radikalisme yang dikeluarkan BNPT dengan sendirinya menambah daftar
keteledoran aparat dalam membuat kebijakan. Tentu jika hal ini tidak segera
dibenahi, yang terjadi di depan adalah kekalutan yang tidak bisa kita prediksi.
Motif
dibalik Pembrendelan
Satu yang mengejutkan
bagi saya adalah apa yang dilontarkan pak Ismail Yusanto, Juru Bicara Hizbut
Tahrir Indonesia, dalam salah satu wawancara dengan tabloid Media Umat. Beliau
mengungkapkan bahwa motif awal pembrendelan ini menurutnya terlahir pasca acara
diskusi tentang ISIS di daerah kemayoran, Jakarta Pusat yang menghadirkan dua
pembicara dari LSM asing yang mengusulkan pemblokiran media Islam.
Jika hal ini benar, sungguh
kasihan! Ya, alangkah malang bangsa yang belum bisa berdikari dalam mengambil
keputusan. Bangsa yang masih terdomplengi asing, membuntut dan mengamini
khusyuk perintah tuan asing yang mulia dan tidak pernah peduli dengan akibat
yang akan dihasilkan dari tindakannya tersebut. Namun marilah bersama kita
hilangkan prasangka, gunakanlah nalar untuk bekerja, dan saya ingin mengutip
apa yang pernah ditulis Noam Chomsky dalam salah satu artikelnya berjudul
‘Parade Para Musuh’
“….
Namun, dengan hanya mengalihkan perhatian mereka (rakyat) ke sepak bola atau
komedi, situasi tidaklah cukup. Mereka harus ditakut-takuti dengan isu bakal
datangnya musuh. Tahun 1930-an Hitler menggunakan Yahudi dan kaum gypsie. Jadi
untuk memertahankan posisi, mereka harus benar-benar panik.”
Jadi sudahkah kita
panik dan begitu rikuh dengan isu ISIS? Sehingga kita begitu bersahaja
membiarkan BBM adu balap dengan gas, TDL, dan BPJS untuk saling menaikan harga?
Mengukuhkan
Musuh Sebenarnya
Bisa dikatakan cukup ‘lebay’ memosisikan ISIS sebagai musuh
utama negeri ini. Harits Abu Ulya, Direktur The Community of Ideological
Islamic Analyst (CIIA) sekaligus pengamat kontraterorisme pernah mengungkapkan
bahwa gorengan isu ISIS hanyalah untuk kelancaran uang proyek BNPT.
Ungkapan berani Harits
ini tentu cukup berdasar. Dari hasil kajian kasus penembakan beberapa terduga
teroris yang ia sendiri terjun langsung ke lapangan terbukti banyak kejanggalan
disana-sini. Namun sesungguhnya yang harus muncul dalam benak kita adalah siapa
musuh bagi bangsa Indonesia ini?.
Kita perlu waspada
dengan apa yang pernah digelorakan Samuel P. Huntington dalam “The Clash of
Civilization” bahwa bagi barat sangat perlu menentukan musuh baru pasca perang dingin. Seperti yang dituliskan
Dr. Adian Husaini di kolom dakta.com tertanggal 3 april 2014:
“…Huntington kemudian
mempopulerkan wacana Lewis. Pemikirannya tentang “clash of civilizations” --
khususnya antara Islam dengan Barat – masih terus menjadi perbincangan luas.
Bukan karena kualitas ilmiah wacana populer tersebut, tetapi karena banyaknya
kecocokan antara pemikiran dan saran Huntington dengan perkembangan politik
global saat ini. Khususnya, kebijakan politik Barat (terutama AS) terhadap
Islam.”
Maka waspadalah!, bukankah kita telah lama belajar
bahwa kekonyolan terbesar kita adalah sering kalinya mengamini apa yang disiarkan
tabung televisi dan ribut dibuatnya, sementara hal yang sudah jelas ada
dipelupuk mata namun tertimbun debu opini mainstream.
Pembrendelan media Islam, bagaimanapun sangat tidak
masuk akal untuk diterima.Sikap skeptis kita dalam menerima informasi sangat
diperlukan untuk semakin mengukuhkan bahwa musuh besar bangsa ini adalah
neoimprelialisme dan neoliberalisme yang telah merangsek masuk di roda
pemerintahan, melahirkan kebijakan yang sudah tak masuk akal, dan kita tidak
sadar karena terbelokan. Bukankah ini yang lebih rasional?
Wallahua’lam.
0 Response to "MENGAPA MEDIA ISLAM DIBREDEL?"
Post a Comment