Tugas abadi mahasiswa itu bernama kontribusi pada kehidupan

Tegukan kesekian, kernyutan yang menajam, dan setelah sampai di tenggorokan saya hanya melihat antara kopi dan realitas begitu tidak rukun. Kondisi Indonesia kini begitu menampar, membuat muak tak kepalang. Apa pasal? harga rupiah anjlok, sembako mahal, begal, LPG dan TDL sama-sama melambung, namun yang lebih membuat cemas adalah distorsinya beragam solusi dan naiknya angka kelahiran dari pasangan kemusyrikan dan kemunafikan yang jauh melebihi tuntunan KB.

Sementara itu tugas kita sebagai mahasiswa hanya terus membuat tagihan utang tanggung jawab derita rakyat semakin membumbung, menghasilkan bunga hutang yang tak kalah gila. Beragam agenda telah resmi kita gelar, namun banyak dari kegiatan kita hanya gelaran sempalan yang jauh dari menyuguhkan solusi apalagi kebaikan. Lihatlah!, coba tengok dengan detail, agenda apa yang sering kita gelar itu? "perlombaan futsal tingkat fakultas, pelatihan wawancara kerja, seminar kewirausahaan, dialog dengan birokrat kampus, seminar beasiswa" paling banter, ya paling banter dan sudah mentok adalah diskusi kenaikan harga sembako, advokasi beasiswa dan penggusuran lahan yang  itu hanya dihadiri segelintir orang dan penuh tawa bernada picisan menunggu sesi selfie untuk mengukuhkan bahwa kita sedang kerja dan benar peduli terhadap perubahan.

Mahasiswa, tugas kita belumlah selesai!. Keterancaman negeri ini yang semakin hari semakin membangsat harus membuat kita bersegera mengadakan pesta turun tangan. Menyingsingkan lengan baju dengan menolak menjadi "intelektual menara gading", yang selalu menginginkan prestise dan gila hormat. Hentikan bersolek pada batas-batas kajian ilmiah, mengharapkan kucuran dana dikti dari penelitian PKM, sementara kontribusi mengawang hambar bertepatan dengan selesainya MONEV dan dana yang telah terkucur ke rekening. 

Mahasiswa, cukuplah kita bekerja dengan kesembronoan. Hentikan, lalu minta maaflah pada umat dikarenakan tingkah kita yang belum mampu berkontribusi terhadap perubahan. Hidupkanlah kajian-kajian terhadap isu kontemporer, rincikanlah skema permasalahan dan bawalah semua ini pada muara perjuangan yang didasari iman. Mengapa mesti keimanan? kita sudah cukup banyak dihadapkan pada contoh bahwa pendahulu yang sering kita banggakan itu --semisal Soe Hok Gie-- yang bergerak atas dasar manfaat ,moralitas dan ketertindasan hati membawanya pada tanda tanya besar ketika ego diri bertanya "Saya tidak pernah mengerti, untuk apa semua ini?, tidak ada kebaikan sedikitpun pada masa depan saya"

Ketahuilah! saat keimanan menancap teguh dalam setiap denyut nadi, akan terlampau besarlah kepedulian kita dan keteguhan kita terhadap kebenaran, sehingga idealisme angkuh semodel Budiman Sudjatmiko dengan PRDnya tidak bisa dengan mudah (dengan dalih apa pun) bergeser ke tengah (seperti saat ini). Dan cukuplah bagi kita dengan Islam, yang ia bukan kiri, bukan pula kanan, atau tengah. Islam tidak bicara hitam putih, atau abu-abu, karena Islam hanya mengajarkan bahwa kita sebagai seorang hamba harus bekerja memperbaiki banyak warna yang nantinya hanya wajib berhujung pada muara takwa.

Tugas kita adalah menyibukan aktifitas kita dengan kebaikan, karena hanya ada satu kemungkinan sewaktu kita tidak sibuk dengan kebenaran maka yang pasti adalah kita tengah dalam kemaksiatan. Ya, lebih baik kita tidur dalam kondisi lelah karena padatnya amanah dan tanggung jawab dalam hal ma'ruf, lalu bangun lebih awal dibarengi sujud panjang. Karena, Tugas abadi mahasiswa itu bernama kontribusi pada kehidupan untuk lebih beriman.

Semarang, 13 Maret 2015

0 Response to "Tugas abadi mahasiswa itu bernama kontribusi pada kehidupan"

Post a Comment