MENOLAK MASUK DALAM PERMAIAN

--o0o--
Kalau saja diibaratkan kita masuk dalam suatu permainan gila antara hidup dan mati, maka akan saya ceritakan hal yang paling mengerikan.
Taruhlah dalam suatu permainan leher kita dipasangi suatu alat, lalu kita diberi jatah waktu lima belas menit saja untuk membenarkan letak perut yang lapar dengan memakan beragam hidangan enak di meja, yang ketika kita tak mampu menyelesaikan target, maka alat yang terpasang di leher siap menekan, mencekik seiring berjalannya waktu. Maka apa guna kita melakukan hal yang lain yang tak penting? Toh ketika kita tak dapat menyelesaikan target kita dengan melahap semua hidangan, maka cekikan dengan pisau bundar disekeliling alat siap menebas leher kita. Namun pertanyaan yang sangat mendasar adalah mengapa kita masuk dalam permainan ini? Permaianan yang kalau ditafsirkan secara tekstual sangat tidak mungkin ada, namun jika dieksplorasi lebih dalam itulah sisi lain kehidupan ini.
Hal yang saya bicarakan adalah hanya menganalogikan keadaan sebagian manusia saat ini yang menginginkan dengan sukarela masuk dalam permainan yang nikmat namun beresiko besar membunuh dirinya secara faktual. Banyak yang sadar akan resiko besar ini, resiko masuk dalam permainan dengan melepas semua kewajiban hakikat keberadaan dirinya; baik berupa hubungan dia dengan tuhannya maupun hubungan dia dengan manusia lain, yang karenanya teralih menjadi totalitas berjuang mengambil resiko hanya untuk sebuah kenikmatan semu dan sesaat. Resiko-resiko besar itu membegundal dalam hingar yang terkonstruksi dalam ruang yang sempit; kenikmatan semu dan sendiri. Dan resiko besar itu sungguh telah diambil oleh sebagian manusia saat ini. Pada saat mereka membangun kehidupan yang mereka cita-citakan indah dan nikmat, maka  disitulah permainan sering dimulai, mulai dari terjeratnya mereka dengan transaksi riba dan hutang yang membumbung, lalu ia fokus untuk melunasi dengan melupakan semua hal. Agama seolah tiada, tuhan seolah telah pensiun, dan manusia lain hanyalah lawan atau objek yang bisa dimanfaatkan untuk melunasi permainan. Dari sinilah egomania tercipta, suatu sebutan yang digagas Cak Nun untuk mendeskripsikan sebuah sifat manusia yang di mana kosmos kepribadian manusia hanya diisi oleh dirinya sendiri. Dari sinilah kegilaan tercipta, dan dari sinilah pula kerusakan-kerusakan berdampak tidak hanya pada diri mereka si pemain, namun berakibat kerusakan yang merembet dan membesar. Kerusakan-kerusakan yang tercipta tidak hanya diperuntukan bagi orang yang berkemungkinan gagal dalam permainan, namun bagi orang yang mampu menyelesaikan permainan pun dampaknya tak kalah gila. Mereka yang menang kemudian menjadi raja dan menciptakan banyak permainan serupa dengan strategi marketing yang unggul. Permainan demi permainan yang muncul dari para pemenang itu membentuk sebuah galaksi padu yang berputar cepat dan mampu menyedot siapa saja ibarat tornado. Hinggalah tiba saat-saat mengerikan ketika semua manusia tersedot dalam galaksi dan menciptakan kehidupan yang kering, membentuk peradaban atheis.
Satu-satunya yang ingin saya katakan dari analogi yang luar biasa njilimet ini adalah hanya tentang eksistensi kita yang harus menahan diri masuk dalam pusaran permainan. Permaianan yang terbentuk dari sudut pandang manusia tentang hakikat hidup yang berawal dari faham materialisme. Suatu faham yang dalam segala macam tujuannya melandaskan materi sebagai parameter utama. Tertahannya diri kita untuk masuk dalam permainan dalah suatu keselamatan dan keuntungan yang sangat besar. Pada saat kita sukses menahan diri untuk masuk dalam permaianan ini, maka dari situlah kita bisa memahami hakikat hidup lebih dalam dan serius. Fokus kita yang tergeser dari permainan ini akan membuat kita lebih lama berpikir dari luar permainan “apa benar yang sedang dilakukan mereka itu?” lalu termenung lama memikirkan tentang eksistensi kehidupan yang sebenarnya, yang ukurannya tak lebih dari dua menit jika dibandingkan dengan lamanya alam sesudah hidup. Hal ini merupakan keuntungan besar yang kemungkinan kecil didapati para pemain permainan. Karena kesibukan dalam tekanan yang mereka sendiri pilih itulah mereka tersiksa dan bergerak ibarat robot.
Kita kadang minder sewaktu mereka memamerkan apa yang mereka dapati dari permainan yang mereka geluti. Ketahuilah!, bahwa apa yang sebenarnya mereka lakukan tidak lebih sebatas dagelan yang harusnya kita tertawakan. Sejatinya mereka sedang mengadakan upacara bunuh diri yang agak manis karena sedikit bisa menertawakan kita dari apa yang mereka hasilkan dalam permainan. Namun ketahuilah, upacara bunuh diri tetaplah upacara bunuh diri dan kita berlindung pada Allah dari permainan sinting ini.
Ihdinasshirathalmustaqim.
Semarang, 20 Januari 2014


Aab Elkarimi


0 Response to "MENOLAK MASUK DALAM PERMAIAN"

Post a Comment