KELUARGA KECIL = KELUARGA BAHAGIA, MAAFKAN SAYA...

Saya terlahir dari keluarga sangat besar. Saya anak ke 7 dari 12 bersaudara, dari satu ayah yang setia dan tidak berpoligami. Saya rasa keluarga saya adalah keluarga berdosa kepada negara Indonesia karena memberatkan pemerintah dengan menambah beban penduduk dengan jumlah keluarga yang tidak ideal. Namun anehnya saya beserta keluarga seakan tidak merasa bersalah karena alhamdulillah sampai saat ini tetap bisa hidup dan sangat bahagia. 

Saya tidak pernah merasa terintimidasi ketika ada yang menggemborkan bahwa keluarga bahagia adalah keluarga kecil yang cukup dengan dua anak saja. Saya hanya bisa berkaca, merasa bersalah, bodoh, dan mungkin akan beberapakali menyeka air mata karena dosa keluarga yang memberikan lebih banyak beban kepada tuan pemerintah yang mulia. Dan soal sertifikasi guru ataupun askes, saya sebagai anak ke-7, bisa dengan lapang dada menerima untuk tidak dilayani ketika pemerintah hanya menyisakan 2 baris saja untuk anak, sibungsu (anak ke-12) dan anak sebelum bungsu (ke-11). Soal BBM, TDL, atau pun pelayanan yang lain dari tuan pemerintah, saya sebagai anak ke-7, tidak sampai hati protes, karena takut jawabannya yang malah akan melukai saya, seperti perkataan Jusuf kalla yang beralasan menghentikan antrean di pom bensin dengan kebijakan penaikkan BBM. Ya! tapi ini jawaban khusus buat saya yang seperti menampar muka,

"suruh siapa bikin banyak anak, bikin repot saja!" 

Dari kesemua ini, yang pasti adalah 'katanya' bahwa indonesia telah kelebihan populasi dan harus ditekan.

Secara ekonomi saya sangat sependapat kalau sebuah negara dalam hal pendapatan sudah tidak bisa lagi memenuhi hajat penduduk, maka pertumbuhan harus direkayasa sedemikian rupa demi kesejahteraan rakyat. Namun apabila potensi ekonomi ini cukup tersedia, maka jumlah populasi harus terus ditambah. Alasannya karena dalam keadaan seperti ini perkembangan penduduk berarti jaminan dari keberlangsungan hidup negara, berupa kekuatan dalam kancah internasional.

Tapi dalam rasa kebersalahan saya yang paling dalam kepada tuan pemerintah yang mulia, saya melihat bagaimana sebuah negara berusaha sekuat tenaga dalam menambah jumlah penduduk. Saya sebagai warga negara berdosa hanya bisa melihat dari sejarah bagaimana Jerman, Italia, Rusia, dan Jepang sejak tahun 50-an telah berupaya untuk menambah jumlah penduduk, namun sampai saat ini tidak pernah berhasil. Bahkan dari beberapa negara yang disebutkan, Jepang jika ditinjau dalam kajian demografi penduduk, pertumbuhannya adalah nol bahkan minus, sehingga tak aneh ketika ada suatu penelitian bahwa peradaban jepang hanya akan berlangsung kurang dari seratus tahun dari sekarang.

Soal lain yang ingin saya tanyakan; apakah Indonesia telah kehabisan segala potensi untuk mengembangkan sarana-prasarananya, sehingga saya tidak lagi merasa menjadi keluarga berdosa? Bagaimana pengelolaan freeport yang sampai saat ini tidak jelas? Hutan yang mubadzir? Laut yang dibiarkan dijarah asing? 

Saya hanya butuh kepastian dengan pertanyaan sama yang terus saya ulang karena perasaan dekaden saya, apakah memang benar negeri ini tidak ada potensi untuk bangkit lagi, sehingga tuan pemerintah yang mulia harus mempropagandakan pemikiran kepada setiap masyarakat bahwa pertumbuhan penduduk harus dihentikan?

Ini bukan hanya pertanyaan dari saya pribadi, saya hanya sebagai rakyat berdosa mungkin salah juga dalam membaca, karena tempo hari saya terhasut kalimat ganas yang dilontarkan Said Qutbh dalam salah satu artikelnya yang berjudul 'Kepada Orang-Orang Tidur di Dunia Islam'. Qutbh berkata "....Tetapi kalau kita dapat membuktikan bahwa potensi ekonomi itu masih dapat dikembangkan berlipat ganda dari keadaan sekarang, maka akan bodoh sekalilah kiranya, atau akan mencurigakan sekali, kalau kiranya irama nyanyian seperti ini akan kedengaran. Karena hal ini berarti menghentikan pembangunan bangsa, bukan dari segi jumlah penduduknya saja, tetapi juga dari segi perkembangan potensinya. Maka tekanan penduduk ini telah membangunkan orang-orang yang lalai untuk mencoba mengadakan eksploitasi penuh terhadap potensi negara."

Terlahir dari kesalahan saya terhadap tuan pemerintah yang mulia, saya ingin sekali meminta maaf dan perkenankanlah saya menebus kesalahan.

Karena propaganda keluarga bahagia = keluarga kecil ini lahir dari sistem Kapitalisme-Liberalisme, saya akan sinting jika menghabisi semua anggota keluarga saya, maka saya menuntut kepada tuan pemerintah yang mulia untuk mengganti ideologi Kapitalisme-Demokrasi ini hanya dengan Islam. hanya dengan Islam.



Semarang, 31 agustus 2014


dari warga negara berdosa
aab

0 Response to "KELUARGA KECIL = KELUARGA BAHAGIA, MAAFKAN SAYA..."

Post a Comment