Mahasiswa Budak

Kita bisa melihat realita kekinian, di mana para mahasiswa menyelupkan mimpi-mimpi masa depan dalam satu pengkerucutan konsep yang mainstream berupa penggandaan materi dan memperebutkan kesenangan hidup. Padahal mengutip apa yang dikatakan Quthb dalam Beberapa Studi tentang Islam bahwa ‘saat jiwa seorang manusia telah sengaja merendahkan dirinya kepada salah satu ambisi nafsu tubuh, maka sejatinya akan menjadi lemah dan tidak berdayalah ia untuk bergantung di udara merdeka dan bebas’. Manusia yang seperti ini melekat pada tanah bumi dengan kecemasan besar ketika ada yang membicarakan kematian, namun menikmati tercebur kepada lumpur kotor yang bangga dengan hiruk pikuk kesibukan perut dan kelamin.

Karena itu, apapun yang mendasari mimpi para mahasiswa jika masih berupa aspek materi sejatinya adalah budak. Tujuan-tujuan yang serempak disepakati ini akan laku ketika sebuah peradaban manusia telah kosong dari keinginan dan kemampuan untuk berjuang demi sebuah kebenaran. Kalau dunia ini telah menjadi dunia pelacuran ideologi dan bergumul dalam kehinaan materi, sungguh ini telah sampai pada kemerosotan berupa pengkerdilan suatu impian hakiki dan penghinaan realitas.


Hanya dalam keadaan seperti inilah lahir di tengah-tengah bangsa, para penulis, intelektual, pebisnis, penyajak, sutradara, artis, dan politisi-politisi mengisi suatu dunia yang telah kosong akan pemaknaan terhadap kebenaran. Mereka inilah yang kembali menebarkan momok yang paling menakutkan; sejarah kelam umat manusia ketika manusia saling membunuh hanya untuk pertarungan memperebutkan dengus babi besar. Dan saat ini berjalan, hanya pada waktu inilah manusia mulai mendengarkan dan menonton para penulis, intelektual, pebisnis, penyajak, sutradara, artis, dan politisi-politisi ini tampil, karena mereka membantu rakyat untuk menjadi panutan dalam menggambarkan mimipi-mimpi mereka, perasaan mereka, dan menyajikan pada mereka bahwa melabuhkan hidup pada selangkangan dan kenyangnya perut itu lebih baik daripada melawan arus untuk merubah. Ya, mereka para penulis, intelektual, pebisnis, penyajak, sutradara, artis, dan politisi-politisi ini mengafirmasi rakyat bahwa lebih baik hidup dengan tenang dan tentram, mengikuti alur yang sudah ada, menunggu semua yang akan terjadi dengan menghabiskan seluruh umur yang tersedia dalam kekosongan, menjaga perut untuk tetap kenyang dan hidup awut-awutan dalam bingkai moral yang bejat.



Semarang, 26 Agustus 2014


0 Response to "Mahasiswa Budak"

Post a Comment