Oleh: Abdul Qodir
Dalam sebuah komunitas/kumpulan
manusia baik skala besar maupun skala kecil problematika adalah hal yang
niscaya. Namun timbulnya problematika ini kadang selalu tidak sejalan dengan
solusi yang ditawarkan. Jika jeli, anda akan menemukan jejalan dan doktrinasi
gagasan-gagasan yang terus diulang dengan gencar, namun secara bersamaan pula
menenggelamkan gagasan lain yang padahal sudah terbukti sukses memecahkan
segala bentuk permasalahan. Dari mereka --sebagai pelaku yang mestinya
bertanggung jawab-- munculah secara sekonyong-konyong istilah relefansi,
ketidaksamaan situasi dan kondisi zaman. Artinya Islam tidak relefan dijadikan
dasar. Mereka berdalih seperti itu secara sepihak tanpa ada sedikit pun kajian
mendalam, koferhen dan komparatif.
Islam, sebagai agama dan
juga mabda (ideologi) telah memimpin peradaban dunia selama kurang lebih 14
abad, sebelum akhirnya tenggelam, kemudian dipaksa terkubur pada maret 1924
lewat Mustafa Kemal Attatruk. Dari sini gencar opini penimbunan untuk tidak
memunculkan Islam sebagai solusi mumpuni untuk permasalahan negeri.
Sementara sampai saat
ini umat semakin kalut, frustasi dengan semua gagasan yang ditawarkan. Pemilu
sebagai ritual khas dari sistem Demokrasi juga belum menghasilkan apapun selain
hutang-hutang yang semakin menjulang dan kebijakan yang terus lahir dari pesanan
asing. Kapitalisme, demokrasi, dan Sekulerisme sebuah paketan ekspor yang
semakin mencokol dan membuat onar tidak juga sadar bahwa dirinya adalah sumber
kerusakan. Jika dikatakan kepada mereka "janganlah
kalian membuat kerusakan", mereka sambil dzikir memuji asma Allah
berkata: "innama nahnu
muslihuun" sesungguhnya kita ini sedang mengadakan perbaikan, katanya.
Padahal "alaa innahum humul
mufsiduuna walakin laa ya'lamun", mereka itu sebenarnya yang membuat
kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
Hingga detik ini kita sebagai
kaum muslim, tidak juga mendapati sesuatu
yang terkubur itu menjadi sebuah solusi baru sebagai obat penyembuh dari segala
permasalahan. Alhamdulillahnya, dari
kondisi ini banyak kaum muslim yang berusaha bangkit karena sadar bahwa dirinya
terserang penyakit. Namun sedikit yang disayangkan, meskipun banyak yang bergerak
karena desakan dan merasa terancam, mereka terkadang keliru dalam melakukan
diagnosis. Di antara mereka ada yang memandang bahwa kerusakan ini akibat dari
kemiskinan, kurangnya pendidikan, dari kubu lain muncul juga anggapan bahwa ini
dikarenakan akhlak yang kurang baik, sementara muncul juga anggapan bahwa ini
dikarenakan syirik dan kekufuran individual, tanpa mengklasifikasi kekufuran
masyarakat sebagai implikasi ketiadaan negara dengan kekufuran individual. Padahal kerusakan ini karena Islam tidak
diterapkan menjadi dasar pengambilan hukum dari sebuah Negara. Artinya ini
menyangkut permasalahan politis, di samping permasalahan-permasalahan lain yang
timbul. Meminjam kata-kata Bertoch Brecht, tentang bagaimana sebuah kebutaan
terhadap permasalahan politis dan kaitannya antara sistem dengan permasalahan
moral, pendidikan dan macamnya. Brecht berujar bahwa “Buta
terburuk adalah buta politik, orang yang buta politik tidak sadar bahwa biaya
hidup, harga makanan, harga rumah, harga obat, semuanya tergantung keputusan
politik. Dia membanggakan sikap anti politiknya, membusungkan dada dan berkoar:
Aku benci Politik!! Sungguh bodoh dia, yang tak mengetahui bahwa karena dia tak
mau tahu politik, akibatnya adalah pelacuran, anak terlantar perampokan dan
yang terburuk korupsi dan perusahaan multinasional yang menguras kekayaan
negara.” Maka ini semakin
menegaskan pada kita bahwa hampir segala permasalahan yang muncul di suatu
negeri berawal dari sistem politik dan dasar hukum yang digunakan dalam berpolitik,
tidak melulu soal akhlak, kemiskinan, dan moralitas. Karena itu jelaslah
dihadapan kita bahwa korupsi, suap menyuap, kasus sodomi, pemerkosaan, harga yang
melambung dan permasalahan yang jika diuraikan akan semakin pelik ini adalah
buah dari sistem pemerintahan demokrasi yang menjadikan suara rakyat sebagai
sumber hukum, padahal “Inil hukmu illa lillah” hak preogatif
membuat hukum itu hanya milik Allah. Maka
Demokrasi sebagai sistem gagal harus segera digantikan dengan Islam.
Namun benar! sampai saat
ini Islam selalu ditutupi itu. Dengan berbagai cara, ada banyak siasat dan tipu
muslihat yang mencoba menguburnya dalam sekali. Mulai dari dagangan rasis SARA,
sampai yang terbarukan dengan strategi marketing berlabel terorisme,
fundamentalis, ekstrimis, dan penggencaran opini Islamphobia yang lainnya. Mereka berencana menjadikan mindset
seluruh penghuni semesta sehingga tercipta pemikiran yang sama bahwa Islam
adalah Ideologi Setan!. Namun Islam tetaplah Islam, dan Allah telah berjanji
untuk selalu menjaganya. Islamlah agama yang merangkap sebagai ideologi yang
jelas dan rasional dengan segala kesempurnaan sebagai solusi dari permasalahan
kehidupan beragama dan bernegara.
Negara dalam perspektif Islam
bukan perkara mubah dan sunnah nafilah, juga bukan soal diperlukan atau tidak,
tetapi esensinya merupakan kehidupan Islam itu sendiri. Meminjam kata-kata Imam
al-Ghazali bahwa "agama dan negara
itu saudara kembar" menandakan bahwa tidak ada kehidupan bagi Islam
tanpa negara. Negeri yang di dalamnya terdapat komunitas muslim mayoritas tidak
bisa disebut Negara yang Islami, sekalipun didalamnya terdapat banyak masjid,
masyarakatnya ta'at dan kualitas keimanannya tidak diragukan. Negara dalam
pandangan Islam adalah sebuah wilayah yang menerapkan sistem Islam, meskipun
didalamnya umat Islam hanya minoritas.
Dengan berkaca pada
sejarah ketika Islam dijadikan dasar dalam bernegara maka betul, apa yang
mereka serukan itu,
SERAMNYA NEGARA ISLAM
bagi kami pihak borjulis yang tidak sedikitpun mengenal Allah, karenanya JANGAN
COBA DITERAPKAN pada kami!, katanya
SERAMNYA NEGARA ISLAM
bagi kami para koruptor, karenanya JANGAN COBA DITERAPKAN di aktifitas kami!,
katanya
SERAMNYA NEGARA ISLAM
bagi kami para pelacur, karenanya JANGAN COBA DITERAPKAN di ranjang kami! Katanya
SERAMNYA NEGARA ISLAM
bagi kami para mucikari, karenanya JANGAN COBA DITERAPKAN di perniagaan kami! Katanya
SERAMNYA NEGARA ISLAM
bagi para pencuri, germo, penjudi, pemabuk, pendengki, dan Ahli maksiat.
karenanya mereka siap berdemo dan berontak,
Apa anda juga akan ikut dalam barisan mereka, rela mati mengejar predikat syahid dalam pemberontakan melawan hukum Allah?
Biarlah Islam
menyeramkan bagi segala macam kemaksiatan, karena saya terlanjut senang dengan
kalimat Sayyid Quthb dalam Fi dhilal
qur'an: "Islam merupakan agama
yang realistik, yang membuktikan bahwa larangan dan nasihat saja tidaklah
cukup. Juga membuktikan bahwa agama ini tidak akan tegak tanpa adanya negara
dan kekuasaan. Agama adalah manhaj atau sistem yang menjadi dasar kehidupan
praktis manusia, bukan hanya perasaan emosional yang tersemat dalam hati, tanpa
kekuasaan, perundang-undangan, manhaj yang spesifik dan konstitusi yang jelas”
#IndonesiaMilikAllah, maka sudah sepantasnya terapkan hukum Allah.
0 Response to "SERAMNYA NEGARA ISLAM, JANGAN COBA DITERAPKAN!"
Post a Comment