Belum
genap satu abad merdeka, Indonesia tiba-tiba dalam bahaya. Tapi entah awalnya
dari mana, banyak orang yang –dalam batinnya– berteriak minta tolong namun
enggan untuk bicara dan menuntut hak-hak mereka. Mereka tidak setuju dengan
kenaikkan harga-harga tapi mereka berdiam diri untuk tetap kelihatan calm
dan bijaksana, hanya agar cocok, tidak terlihat keras dan radikal oleh parameter
sebuah nilai yang diciptakan penuh kepalsuan. Rasa-rasanya kemunafikkan telah
dianut menjadi sebuah faham yang menusuk tajam dalam kepala mereka. Sehingga
untuk mengeluarkannya diperlukan bedah kepala. Tapi tak semudah itu, mereka
juga tendensius dengan istilah pencucian otak, alhasil mereka tetap memelihara
nilai-nilai ketradisionalan yang mereka anggap warisan dari nenek moyang, padahal nyatanya adalah hasil skenario penuh
dusta.
Saya
tidak pernah berpikir bahwa kondisi masyarakat saat ini akan membuat saya gelisah,
galau berlebihan. Sebab keserbasalahan saya dalam mengambil tindakan ini akibat
suatu faham yang mereka namai sebagai ideologi cinta. Dari faham ini mereka
juga membentuk agama-agama, sekte-sekte, dan kelompok-kelompok yang juga
dilabeli dengan label cinta. Sehingga ketika saya tawarkan sebuah tawaran ‘melawan’
dengan tujuan baik dan rasional sekali pun mereka tidak akan peduli bahkan
mengecam tawaran ini. “Jangan! Jangan pernah sekali pun merongrong kedamaian
yang sudah terbangun selama hampir 69 tahun ini” ujar salah satu dari
mereka.
Ini
belum seberapa, saya lebih dibingungkan dengan konsep mereka dalam menjalani
kehidupan. Jika kebanyakan teori shohih menyatakan bahwa dalam sebuah perkumpulan
yang baik haruslah memiliki fikrah (pemikiran) dan thariqah
(jalan), maka mereka akan cepat menyatakan diri; “kami tidak perlu
pemikiran-pemikiran dan banyak bualan tentang cara-cara yang baku dalam
menjalani hidup ini. Hanya cinta, cintalah yang membangun sebuah peradaban
indah”. Gila! Saya seakan sedang masuk dalam skenario sutradara bolywood.
Sejak
drama HAM menjadi lebih indah dari drama korea, sejak Liga Bangsa-Bangsa
terlihat sebagai komunitas penuh cinta melebihi pesona Cleopatra, sejak itulah
muncul banyak kegilaan. Dunia akan tetap sama dalam penderitaan selama mitos cinta
dan Keluarga Internasional masih ada, selama negara-negara adidaya masih terus
berkompetisi dan mencengkram dunia, dan selama imperialisme masih ada, meskipun
bentuk-bentuk dan caranya berubah-ubah. Ini fakta, tapi tak berlaku dalam cinta apalagi di negeri berideologi cinta ini.
Oh cinta, mereka menganggap sama semua manusia, tanpa skat, tanpa aturan. Dan barang siapa yang bergerak dengan perbedaan meskipun memperjuangkan kebenaran mereka anggap sebagai ancaman. Negeri luar biasa yang bergerak dengan cinta, mereka mencintai kedzoliman, penjajahan, pelacuran, kemaksiatan.. inilah cinta.. cinta di negeri berideologi cinta..
0 Response to "Di negeri berideologi cinta"
Post a Comment